Kamis, 20 September 2012

Fatimah Azzahra


Fathimah Az-Zahra` a.s. adalah putri keempat pasangan Rasulullah SAWW dan Khadijah Al-Kubra. Julukannya antara lain az-zahra`, ash-shiddiiqah, ath-thaahirah, al-mubaarakah, az-zakiah, ar-radhiah, al-mardhiah, al-muhaddatsah dan al-batuul. Mayoritas sejarawan Syi’ah dan Ahlussunnah menetapkan bahwa ia lahir di Makkah pada tanggal 20 Jumadits Tsani 5 H.. Akan tetapi, sebagian yang lain menyatakan bahwa hal itu jatuh pada tahun 3 H, dan kelompok ketiga menetapkannya pada tahun 2 H. Salah seorang sejarawan dan ahli hadis dari kalangan Ahlussunnah menyatakan bahwa kelahirannya jatuh pada tahun 1 H.
Jelas bahwa usaha memperjelas hari kelahiran tokoh-tokoh besar sejarah meskipun dari sudut pandang historis dan riset ilmiah memiliki nilai yang besar, akan tetapi, dari sisi mengenal peran mereka dalam sejarah, hal itu tidak begitu urgen. Yang penting adalah mengetahui peran mereka dalam membentuk masa depan manusia dan sejarah.
Fathimah a.s. dididik di rumah ayahnya, sebuah rumah kenabian dan tempat turunnya wahyu. Rumah tempat kelahiran kelompok pertama yang beriman kepada keesaan Allah dan dengan tegar memegang iman mereka. Rumah itu adalah satu-satunya rumah dari sekian banyak rumah di jazirah Arab yang dari dalamnya berkumandang suara ‘Allahu Akbar’, dan Fathimah a.s. adalah satu-satunya anak wanita yang mengalami kehangatan semacam itu. Ia berada di rumah itu sendirian dan masa kecilnya ia lalui dengan segala kesendirian. Dua saudarinya, Ruqaiyah dan Ummi Kultsum lebih besar beberapa tahun dari dirinya. Mungkin salah satu rahasia kesendiriannya adalah supaya ia dapat memfokuskan diri terhadap penggemblengan raga dan jiwa.
Setelah menikah dengan Amirul Mukminin Ali a.s., ia dikenal sebagai seorang wanita figur di sepanjang sejarah. Dalam kehidupan berumah tangga ia adalah seorang wanita figur, dan dalam beribadah kepada Allah ia juga dikenal sebagai wanita teladan. Setelah selasai dari semua kewajiban sebagai ibu rumah tangga, ia dengan penuh khusyu’ dan rendah hati beribadah kepada Allah serta berdoa untuk kepentingan orang lain.
Imam Shadiq a.s. meriwayatkan dari kakek-kakeknya bahwa Imam Hasan bin Ali a.s. berkata: “Di setiap malam Jumat, ibuku beribadah hingga fajar menyingsing. Ketika ia mengangkat tangannya untuk berdoa, ia selalu berdoa untuk kepentingan orang, dan ia tidak pernah berdoa untuk dirinya sendiri. Suatu hari aku bertanya kepadanya: “Ibu, mengapa Anda tidak pernah berdoa untuk diri Anda sendiri sebagaimana Anda mendoakan orang lain?” “Tetangga harus didahulukan, wahai putraku”, jawabnya singkat”.
Zikir-zikir setelah shalat wajib yang sering dibacanya telah diriwayatkan dalam referensi-referensi Syi’ah dan Ahlussunnah. Zikir tersebut dikenal dengan sebutan tasbiihaat Fathimah a.s.
Sebelum Rasulullah SAWW meninggal dunia, segala kesulitan hidup yang dialaminya sirna dengan melihat wajah berseri sang ayah. Bertemu dengan sang ayah dapat membasmi semua kepenatan dan menganugerahkan ketenteraman dan kekuatan baru. Akan tetapi, meninggalnya sang ayah, terzaliminya sang suami, hilangnya kebenaran dan –-lebih penting dari semua itu–, penyelewengan-penyelewengan yang terjadi setelah meninggalnya Rasulullah SAWW dalam waktu yang sangat singkat, sangat menyakiti jiwa dan kemudian raga Fathimah a.s. Berdasarkan pembuktian sejarah, sebelum sang ayah meninggal dunia, ia tidak pernah memiliki penyakit raga.
Anda pasti telah mendengar cerita mereka yang datang ke rumah Fathimah a.s. dan ingin membakar rumah dan seluruh isinya. Peristiwa ini dengan sendirinya sudah cukup sebagai peristiwa yang sangat menyakitkannya. Apalagi jika ditambah dengan peristiwa-peristiwa lain.
Putri Rasulullah SAWW terbaring di atas ranjang merintih kesakitan. Para wanita Muhajir dan Anshar mengelilinginya. Ia masih sempat melontarkan ceramah di hadapan mereka. Dan dengan menukil sebagian kecil dari ceramah tersebut, Anda akan memahami betapa ia mengeluh terhadap keadaan masyarakat kala itu yang memancing di air keruh untuk merampas wilayah dari pemiliknya yang sah.
“Demi Allah, jika mereka menyerahkan kepada Ali segala tugas yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAWW, ia akan membawa mereka menuju ke jalan yang lurus dan memberikan hak setiap orang kepadanya. Oh, kenapa masa ini dipenuhi oleh hal-hal yang aneh dan permainan datang silih berganti.
Mengapa kaum kalian berbuat demikian? Apa alasan mereka? Mereka adalah para pencinta yang bohong. Akhirnya mereka akan merasakan balasannya.
Mereka telah meninggalkan kepala dan memegang erat ekor. Mereka mencari (baca : mengikuti) orang-orang awam dan enggan bertanya kepada orang-orang alim. Laknat atas orang-orang bodoh dan lalim yang menganggap kelalimannya sebagai sebuah kebajikan”.
Pada akhirnya putri Rasulullah SAWW itu mengucapkan selamat tinggal kepada dunia ini dan berjumpa dengan Tuhannya. Imam Ali a.s. menguburkan jasadnya pada malam hari sehingga tidak ada kesempatan bagi Abu Bakar untuk menghadiri penguburannya. Ia meninggal dunia sebagai syahid yang terzalimi.
Berkenaan dengan tanggal syahadahnya, para ahli hadis juga berbeda pendapat. Pendapat yang masyhur adalah 13 Jumadil Ula 11 H., dan pendapat lain menyatakannya jatuh pada tanggal 3 Jumadits Tsani 11 H.

0 komentar:

Posting Komentar